Ketika ibnu Taimiyah menerangkan tentang maiyatullah (kebersamaan Allah), beliau menganalogikan seperti bulan atau matahari yang hanya satu tetapi dapat bersama dengan seluruh manusia baik yang berpergian maupun yang tinggal dirumah. Matahari terus bersama kita, baik yang ada di Bogor, Jakarta, Semarang, Bandung, maupun di pelosok kota yang ada di Indonesia meskipun mataharinya Cuma satu. Satu tetapi dapat bersama dengan seluruh makhluk didunia ini. Sama halnya Allah yang cuma satu tetapi untuk seluruh makhluk di dunia ini.
Ada sebuah cerita yang dapat menghantarkan kita untuk selalu menghadirkan Allah dalam semua aktivitas kita. Cerita ini tentunya hanya analogi atau kias saja, namun mudah-mudahan dapat menghantarkan kita lebih dekat kepada Allah SWT.
Suatu hari di lautan samudra yang luas, hiduplah seekor paus yang sudah hidup puluhan taun, dia adalah seekor ikan yang paling tua di antara ikan-ikan yang lainnya. Datanglah sekelompok ikan teri yang menghampirinya, ikan teri tersebut seraya bertanya , “Wahai paus,kau adalah ikan tertua diantara kita, kau telah melalnglangbuana di samudra ini sebelum kita dilahirkan, coba kamu bawa kami untuk bertemu dengan laut tetapi kami tidak tahu dimana laut tersebut?. “Kemudian paus pun berkata, “ Wahai sekalian ikan teri, urungkan niat kalian untuk bertemu dengan laut, kalian cukup percaya saja bahwa laut iu ada”. Ikan teri itu marah karena jawaban ikan paus itu tidak memuaskan mereka, bahkan mereka siap mengeroyok pasu dan mereka memaksa paus untuk mengantarkan mereeka ke laut. Akhirnya paus pun bercerita tentang laut. “ Wahai ikan teri ketahuilah bahwa kalian akan menemui laut kemanapun kalian pergi dan dimanapun kalian berada, kita berasal dari laut dan akan kembali ke laut juga, laut bersama kita, baik kita sendiri maupun kita bersama-sama, laut lebih dekat dengan kita dari urat nadi kita, laut selalu mengawasi dan melihat kita dimanapun kita berada, laut itu besar dan meliputi semua makhluk di dalam samudra ini.
Dari cerita diatas kita bisa mengambilpelajaran bahwa kita manusia yang hidup di dunia merasa kita diawasi oleh Allah SWT. Kita hidup bersama Allah tetapi tidak merasa bersama Allah, sama seperti halnya ikan dilautan yang hidup dengan laut tetapi tidak merasa laut hadir bersamanya. Dalam Alquran dijelaskan bahwa (“Dia (Allah) selalu bersamamu dimanapun kamu berada”) seperti ikan dilaut, kemanapun kamu pergi laut selalu bersamanya. Didalam ayat yang lain Allah menjelaskan (“Kemanapun kamu menghadap Allah dan disitulah wajah Allah”). (“Allah maha besar”). (“Sesungguhnya kita berasal dari Allah dan Kepada-Nya lah kita akan kembali”). (“Dan Allah maha melihat lagi maha mendengar”),(“Dan Dia lebih dekat dari diri kita dari urat nadi kita”). Tentunya kita tidak boleh menyamakan antara Allah dengan lautan karena Allah tidak semisal dengan apapun dan tidak ada yang dapat menyerupai Allah, seperti difirmankan (“Tidak ada yang semisal dengan-Nya”, Tidak ada yang setara dengan-Nya”).
Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang ihsan, beliau menjawab. “Kamu menyembah Allah seakan kamu melihat Allah, dan jika kamu tidak melihat Allah, sesungguhnya Allah melihatmu”. Kita hanya dapat menghadirkan Allah dengan pendekatan-pendekatan pikiran karena kita tidak akan pernah dapat meilhat Allah dengan mata telanjang. Allah itu diluar jangkauan kita, tetapi setidaknya dari kisah diatas kita dapat mengambil analogi, bahwa ikan dilaut tidak akan pernah dapat lepas dari pandangan dan pantauan laut, sama halnya dengan kita tidak akan pernah lari dari pantauan dan genggaman Allah SWT. Kemanapun kita bersembunyi Allah akan selalu bersama kita. Dengan analogi cerita diatas sejatinya kita hadirkan Allah dalam seluruh aktivitas kita. Allah dapat melihat kita, Allah begitu dekat dengan kita dan bahkan Allah mengetahui yang terbetik dalam hati kita.
Ketika kita memulai hari dan selalu berusaha menghadirkan Allah dalam diri kita, maka kasih sayang Allah akan terus mengalir dalam diri kita. Implikasinya adalah kita akan selalu mendengarkan suara hati terdalam yang merupakan suara hati spiritual yang bersumber dari sifat-sifat kemuliaan Allah.
Allah itu sangat dekat dengan diri kita dan menjadi sumber dari segala-galanya. Bimbingan Allah akan hadir dalam diri kita melalui etika, moral, dan perilaku kehidupan yang benar, santun dan mulia.
Kasih sayang Allah akan mengalir pada hati manusia yang memiliki kejernihan hati. Untuk itu kitapun perlu mempersiapkan hati kita untuk selalu menerima kehadiran kasih sayang Allah.
Ketika kita meyakini Allah hadir dalam diri dalam ruang kerja kita. Allah hadir dalam diri kita, ini akan menjadi semacam pengawasan yang melekat dalam setiap aktivitas kehidupan kita sehari-hari. Dapat menghadirkan motivasi yang dilandasi oleh nilai-nilai keluhuran dan kemuliaan dalam setiap aktivitas kehidupan.
Hal ini akan menghadirkan kedamaian dan optimisme tinggi dalam menghadapi hari ini dengan segala tantangan kehidupan. Karena kita meyakini bahwa Allah adalah penolong terbaik kita.
Kalau kita selalu mengundang Allah dalam ruang kerja kita, keluarga kita dan bahkan dalam setiap gerak langkah serta kehidupan kita, maka sifat-sifat kemuliaan Allah yang sudah ada dalam hati kita akan muncul ke permukaan . Sifat-sifat mulia seperti cinta kasih, kebersamaan, kejujuran, keadilan, akan hadir dan memengaruhi orang-orang disekitar kita dan juga lingkungan kita.
sumber: bulletin jumat markaz islam bogor edisi 390/9 sapar 1432 H/14 januari 2011